[Cuti Kemana] Doesoen Kakao, penghasil kakao terbaik dunia dari Glenmore-Banyuwangi

Ting tung.

Tiba-tiba handphone saya bunyi. Salah satu grup di WhatsApp rupanya sedang bergeliat setelah tidur panjang. "Panitia HLH 2018" nama grupnya. Panitia Hari Lingkungan Hidup, di perusahaan tempat saya bekerja. Karena acara yang telah selesai dengan cukup apik sampai di acara puncak di bulan Juni kemarin. Setelah LPJ selesai dibuat, maka harus ada acara pembubaran panitia. Intinya mah, untuk menghibur panitia yang telah keras bekerja untuk menyukseskan HLH serta mendorong kawan-kawan yang lain agar mau menjadi bagian dari HLH tahun depan.

Bendahara: Guys, LPJ sudah selesai. Yuk waktunya pembubaran panitia. Mau kemana kita?
Anggota 1: Bromo.Anggota 2: Bali.Anggota 3: Rote Ndao.Anggota 4: Tuban  (yang terakhir ini, rupanya namanya Pak Harjoko ðŸ˜…)





..........................................dst. Yang jelas banyak ketidakjelasan yang tidak perlu saya tuliskan.





Dari percakapan itu, dipilihlah satu lokasi yang masih di Banyuwangi sebagai acara untuk pembubaran panitia.

Doesoen Kakao. Glenmore - Banyuwangi

Kami berangkat hari Minggu, 22 Juli 2018 jam 08.00 waktu setempat. Pagi yang tidak seperti biasanya, seperti murung. Dari pagi, mendung memayungi bumi Banyuwangi. Gerimis menemani di sepanjang perjalanan. Eh, kurang tau ding saya, saya mah tidur dari awal jalan hingga sampai tiba di Doesoen Kakao.

Doesoen Kakao Glenmore ini, digadang-gadang sebagai salah satu penghasil kakao terbaik dunia yang ada di Banyuwangi. Edel, jenis yang diproduksi di sini, juga menjadi pilihan untuk membuat coklat dari negara lain seperti Swiss dan juga Belgia.

Turun dari bus, kami serombongan menyatroni rumah makan yang ada di sini. Persiapan sebelum ke acara puncaknya.


Oleh karena kami lagi ada di dusun coklat, hukumnya wajib pesan minuman dari bahan coklat. Masak iya, pergi ke gudang coklat tapi pesan teh manis hangat?


Rumah makan yang dikelola oleh PTPN XII ini menurut saya cukup menarik dengan furniture berupa kayu yang dipadukan dengan interior berupa lukisan serta penjelasan jenis coklat yang tersaji dalam frame. Bagi yang gemar upload ke MedSos, banyak titik yang menarik di sini.

Order here!

Serambi tengah

Serambi belakang

Penjelasan macam-macam coklat dari berbagai jenis dan negara

Beberapa kawan sibuk berpose dan merepotkan kawan lain untuk ambil gambar. Sembari menunggu pesanan disiapkan oleh Mas Koki, saya berjalan berkeliling ke serambi tengah rumah makan itu. Ada satu lukisan yang menarik perhatian saya. Foto wajah seorang anak Belanda yang sedang memegang coklat ditangannya, dan memakannya.


Seperti beberapa fasilitas umum yang dikelola BUMN, pelayanan di rumah makan ini sangat lambat. Bahkan, untuk membuat satu coklat panas pun harus menunggu hampir 15 menit. Belum lagi, kalau kondisinya ramai oleh pengunjung. Ya, mungkin karena tidak ada pesaing, jadinya tidak merasa perlu untuk meng-upgrade pelayanan. Pesaing tidak selalu buruk, justru adanya pesaing malah bisa menjadikan lebih baik.

Sepengetahuan google.com, Doesoen Kakao ini punya situs web. Walaupun masih berbentuk blog. Sayangnya tidak terurus. Hanya ada 3 postingan sejak dibuat tahun 2016 silam. Dari situ juga, saya baru tau kalau di Doesoen Kakao ada penginapan. Mungkin untuk keluarga yang merindukan sapaan kabut di pagi hari, bisa mencoba untuk menginap di sini. 

Untuk sekedar melepas penat setelah aktifitas yang menjemukan selama 28 hari, rasanya Doesoen Kakao di Glenmore ini cukup bisa menghibur. Andai pas kami kesana tidak mendung, udara bisa lebih dingin. Katanya, sih. Lokasi ini child friendly bagi pengunjung yang bawa anak kecil. Bisa jadi bahan edukasi juga ke mereka. Biar apa? Biar nanti mereka yang bisa mengolah Kakao Mentah menjadi coklat yang berkelas Internasional. Setidaknya, kita tidak menjual barang mentah ke luar negeri dan membeli bahan jadinya setelahnya. Tentu dengan harga yang berkali lipat. 
Child Friendly banget....😆
Untuk mengakhiri kunjungan kami serta tulisan saya, maka jadilah kami berfoto di gerbang masuk Doesoen Kakao. 
Sebagian panitia HLH 2018
Untuk foto yang full tim, kabarnya HILANG. Iya, hilang. Ada kesalahan teknis saat kawan saya memindahkan foto dari memory card ke laptop yang tiba-tiba hang. Jadilah semua foto di kameranya raib. 😑

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sambel Tumpang: Kuliner Kediri yang harus dicoba

[Review] Fujifilm X-70

[Cuti Kemana] Serunya Bermain Salju di Panama Park Bandung