[Cuti Kemana] Bermain jeram bersama G-Raft, Glenmore.


Arung jeram merupakan olahraga air yang masuk dalam kategori ekstrim. Satu list dengan panjat tebing. Pertama kali saya membaca tentang pecinta arung jeram adalah buku biografinya Norman Edwin. Seorang mapala UI yang menyerahkan nyawanya kepada Sang Khalik di gunung Aconcagua Argentina saat akan menuju puncak. Beberapa pengalamannya tercatat rapih di Norman Edwin: Catatan Sahabat Sang Alam, berdasarkan catatan harian serta tulisannya yang dipublikasikan oleh media cetak waktu itu. Kedua, saya membaca benar-benar kisah yang dituliskan salah seorang Skipper lulusan Mapala STTL sekaligus kawan kerja saya dulu, lewat blognya. Jeram telah mengubahnya dari manusia penuh kesombongan menjadi manusia yang sombong kalau diperlukan. Salah satu pengalaman yang membuatnya tunduk kepada alam adalah saat salah seorang kawannya meninggal di lokasi sungai yang katanya, sebenarnya tidak termasuk jeram yang ekstrim. Itulah salah satu alasan yang saya sepertinya pernah katakan ke istri, bahwa saya takut bermain jeram.
Kemarin, selain saya gembira karena waktu cuti yang sudah hampir tiba, saya berkesempatan untuk pergi ke salah satu sungai yang menyediakan olahraga arung jeram. G-Raft. Glenmore Rafting. Setelah kami beranjak dari Doesoen Kakao, kami akan menikmati menu utama di lokasi itu. Padahal sebelumnya, di perjalanan, sempat khawatir akan batal bermain jeram karena kondisi hujan ringan menemani perjalanan kami sampai di Glenmore. Takutnya debit di hulu meningkat dan aktifitas arung jeram dibatalkan karena meningkatnya resiko celaka.


Pelampung, helm, dan dayung dibagikan di basecamp. Bagi kawan-kawan yang kelupaan tidak bawa celana pendek atau kaos ganti, jangan khawatir, G-Raft menyediakan itu semua. Setelah semua kebagian perlengkapan safety, kami naik ke bak belakang truk untuk dibawa ke titik keberangkatan.

Tim pengarung jeram
Mobilisasi ke starting point

Karena ini adalah pengalaman pertama saya bermain jeram, penjelasan tentang apa saja yang harus di lakukan saat sudah di sungai, saya dengarkan dengan cermat. Beberapa aba-aba seperti boom, kiri, kanan, dan goyang-goyang saya ingat-ingat. Juga bagaimana cara menolong kawan yang terjatuh ke sungai dan renang jeram saya perhatikan, tapi tidak berharap itu akan terjadi.
Selesai briefing

Setelah briefing dinyatakan cukup serta tim sudah dibagi, kami mulai naik rubber boat. Dan petualangan dimulai. Oiya, kami waktu itu ambil paket yang jaraknya 8 km dari titik finish. Perjalanan kira-kira 2 jam. Saya rasa, arus sungai serta jeram-jeram yang ada di sungai ini tidak terlalu seram. Tapi memang ada beberapa lokasi yang hanya bisa dilewati saat tim rescue sudah siap dan harus menunggu aba-aba. Saya yang menganggap bahwa mendayung jeram itu ringan, mulai berpikir ulang. Ternyata berat, men. Apalagi kalau tim gak kompak. Di trip awal, saya ada di posisi kanan depan. Bersama seorang pemandu yang ternyata baru bergabung di G-Raft.

Sepertiga jalan, jeram yang bagi saya lumayan sudah menanti. Perahu diparkir sebentar untuk menunggu tim rescue bersiap-siap di posisi. Priiiit. Aba-aba sudah terdengar, dan berangkatlah kami menuju jeram itu. Penumpang mendayung semangag. Skipper mengarahkan perahu menuju jalur yang benar. Dan tim rescue dengan waspada mengamati pergerakan perahu kami. Jangan sampai menuju jeram yang tidak diinginkan. Perahu meluncur dengan kencang melewati batu-batu yang menonjol di kiri kanan. Menurun semakin kencang mengikuti arus.
Jeram pertama

Perahu kami berhasil melewati jeram pertama dengan sempurna. Mulai di sini, saya merasa bahwa saya mulai menyukai rafting. Untung saya sudah punya istri. Gak jadi saya nikah sama rafting. Setelah itu, di sepanjang perjalanan, saya banyak bertanya ini itu kepada pemandu. Tentang apa saja syarat yang harus dipunyai kalau mau menekuni rafting. "Fisik dan stamina aja mungkin yang harus kuat, mas" jawab seorang pemandu. "Gak harus ganteng, kan?" tanya saya iseng. "He he he..." dia terkekeh. Bukan apa-apa, saya tanya itu dengan alasan jaga-jaga kalau nanti ada kawan saya yang pas-pas an minat dengan olahraga ini.

Setelah melewati jeram pertama tadi, perahu kami bersandar lagi menunggu tim rescue. Entah kenapa kami selalu terdepan. Atau mungkin lebih tepatnya, tim yang ada saya-nya pasti jadi yang terdepan. Di sela waktu itu, skipper menarik jatuh seorang kawan perempuan saya. Dan mempraktikkan bagaimana cara menolong kawan yang terjatuh di sungai.

Si skipper juga berusaha menarik saya setelah itu. Tapi, sori tidak berhasil. Kuda-kuda saya memang kuat. Heh heh heh. Sambil menunggu tim rescue dan tim lain datang, saya nego dengan Pak Joko untuk ganti posisi. Saya pindah ke belakang. Di depan skipper. Sisi kiri perahu.

Aba-aba sudah terdengar, kami kembali mendayung. Di posisi kiri inilah saya merasakan kalau mendayung perahu itu berat. Atau mungkin bagian kiri tubuh saya kurang terlatih, jadi kerasanya agak berat. Di depan sudah menunggu sebuah terjunan air kira-kira 4 meter. BOOM. Tiba-tiba skipper berteriak. Kami mengambil posiso jongkok di tengah perahu dan posisi dayung menghadap ke atas. Perahu terjun dengan sempurna. Teriakan kecil kawan-kawan semakin menambah seru pengarungan jeram kami. Saya sedikit menyesal kenapa saya pindah ke belakang justru saat ada jeram seperti ini. Padahal mah, kan ini jadi spot foto yang bagus. Jadilah wajah saya ketutup sama dayung kawan-kawan yang di depan.

 
Setengah perjalanan, kami sampai di jembatan besi tua. Jangan salah tafsir. Maksud saya jembatan besi yang sudah tua. Ternyata lokasi ini memungkinkan kita untuk meloncat dari jembatan dan nyemplung ke sungai. Awalnya saya ragu-ragu. Setelah pemandu dan beberapa kawan mencoba, saya akhirnya penasaran. Dan loncatlah saya dari jembatan itu. Byuuuur. Sayang jepretan mas-nya kurang bagus. Jadinya agak blur. Shutter speednya kurang, mas. Harusnya pakai minimal 1/500 lah. Naikin ISO nya dikit di 800 masih bagus lah. Gak terlalu noise. Hehe.
 

Teh panas dan ubi rebus menyambut kami di jembatan itu.
Break nge-teh dan makan ubi rebus
Setelah selesai, perjalanan dilanjutkan. Dayung. Dayung. Dayung. Sampai saya tanya ke pemandu tentang teknik dayung yang benar. "Jangan narik pakai lengan mas, badannya ikutin aja. Tarik se badan-badannya" katanya. Iya, memang benar. Jadi agak lebih ringan lah. Jeram-jeram lain sudah menanti dan kami melewatinya dengan baik. Titik finish sudah di depan mata. Rasa kecewa datang. Kenapa sudah finish. Hehe. Petualangan selama 2 jam benar-benar tak terasa. Saya meyakinkan diri bahwa saya ingin mencobanya lagi lain waktu. Juga lain tempat.
Berlomba dengan tim rescue

Sejarah G-Raft.

Sejarah G-Raft ini saya rangkum berdasarkan obrolan dengan Mas dan Mbak pemiliknya setelah rubber boat kami berhenti di titik finish. Berawal dari kecintaan suami istri dengan olahraga jeram, muncul pertanyaan "kenapa tidak membuat wisata jeram sendiri?" Jadi si mas pemilik ini dulunya atlit kejuaraan arung jeram skala nasional. Dia tergabung di FAJI, Federasi Arung Jeram Indonesia, dan aktif sebagai anggota di wilayah Jawa Timur. Selain di Glenmore, mereka pernah bikin di Songgon. Tapi karena musibah banjir dan longsor yang terjadi bulan lalu, akhirnya aktifitas mengarungi jeram di sana ditutup. "Mungkin akan ditutup total", kata si mas pemilik.
Ngobrol santai bersama Mbak Pemilik
G-Raft sendiri, bisa jadi jawaban permasalahan minimnya lapangan kerja di daerah Glenmore. Selain menjadi karyawan pabrik gula, coklat, dan tentu saja petani, setidaknya kini generasi muda tidak terlalu khawatir. Ada pilihan untuk menjadi pemandu sekaligus jadi atlit arung jeram kalau benar-benar berminat. Karena waktu itu, ada anggota yang masih pemula di G-Raft ini. Secara fisik bagus tapi ada sedikit keterbatasannya dalam intelektual. Saya rasa pemuda itu mengalami disleksia. Menurut keterangan mbak pemilik, dia mengenal huruf, A sampai Z, tapi tidak bisa membaca. Di luar itu, perkembangannya bagus. Musik, menggambar, dan olahraga. Saya ingat film Bollywood garapan Aamir Khan, Every Children Is Special. Ya, seperti itu. Dan secara kasat mata, saya bisa melihat bahwa remaja itu antusias sekali untuk belajar rafting. Akhirnya, saya berkata ke si mbak pemilik bahwa kita harus bisa memilah bagian-bagian yang tak terjamah pendidikan kita. Yang perlu dihindari adalah jangan menilai ikan dari kemampuannya memanjat pohon. Tapi berikan ikan itu air yang luas, maka berkembanglah dia. Semoga G-Raft bisa menjadi oasis di tengah gurun pekerjaan yang semakin luas.

Bagi kawan-kawan yang ingin menjajal bermain jeram, monggo bisa menghubungi di nomor 08112813820 atau bisa gugling aja dengan keywords Glenmore Rafting. Untuk lokasinya, nih saya sematkan biar gampang.


G-Raft punya 6 perahu karet. Jadi sekali trip bisa maksimal 30 orang. Menurut mbak pemilik, setiap hari buka kecuali hari H dan H+1 Idul Fitri. "Biar anak-anak bisa lebaran, mas. Family time lah. Padahal di hari H dan H+1 itu pengunjung pasti membludak" katanya. Trip terakhir setiap harinya di jam 3 sore. Untuk biaya, bisa langsung menghubungi pemiliknya aja. Soalnya saya kemarin gratisan sih. He he he

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sambel Tumpang: Kuliner Kediri yang harus dicoba

[Review] Fujifilm X-70

[Cuti Kemana] Serunya Bermain Salju di Panama Park Bandung