[TIPS] Jangan Trauma Bepergian

Innalillahi wa innailaihi rojiun.

Al Fatihah untuk para korban pesawat Lion Air JT 610.

Postingan ini saya buat semata-mata untuk meredakan kegelisahan serta trauma masyarakat untuk naik pesawat udara. Pasca kecelakaan yang terjadi kepada pesawat Lion Air JT610 yang dengan seizin Allah mengantarkan penumpangnya ke firdausNya, tentu bukan sebuah keanehan kalau muncul trauma tersendiri bagi masyarakat untuk bepergian menggunakan pesawat. Berdasarkan data dari badan statistik yang berfokus pada kecelakaan transportasi, dalam ataupun luar negeri, pesawat adalah moda transportasi paling aman dibanding moda lain, seperti bus dan kapal laut. Kenapa? Sepengalaman saya, pesawat adalah satu-satunya moda yang menerapkan aspek keselamatan dalam operasionalnya. Adanya induksi singkat keselamatan yang diperagakan pramugari sebelum lepas landas adalah salah satunya. Lalu banyaknya perangkat keselamatan; safety belt, oxygen mask, life jacket, dan emergency exit tersedia dan disampaikan ulang kepada penumpang lewat leaflet yang ada di masing-masing bangku. Data kecelakaan penerbangan pun bisa dibilang sangat rendah, dalam jangka tahun 2017 hanya ada 7 kali kecelakaan dan itu tidak memakan korban jiwa. Bandingkan dengan kecelakaan yang melibatkan moda transportasi lain. Bus misalnya, dalam setahun lebih dari 10 kejadian kecelakaan sudah dilaporkan. Kualitas investigasi serta tindakan perbaikan pun sangat jauh berbeda. Rekomendasi perbaikan yang dilakukan para ahli kepada pemilik maskapai juga dimonitor terus.

Semua kembali kepada kita, konsumen, untuk memilih maskapai yang memiliki track record yang bagus. Memang, biasanya akan memakan biaya lebih tinggi. Nah, saya ada sedikit tips dalam menentukan pilihan maskapai untuk bepergian. Saya akan memaparkan dari segi safety-nya saja.
Di dalam ilmu keselamatan ada namanya piramida kecelakaan yang didalamnya memuat jenis dan angka perbandingan statistik.
Piramida Kecelakaan. (Sumber http://ansarsafety.blogspot.com/2015/02/belajar-dari-piramida-kecelakaan.html?m=1)
Ada banyak konsep tentang piramida kecelakaan, tapi prinsipnya sama. Yang membedakan hanya angkanya saja. Oke saya aka  menjelaskan satu persatu bagian dari piramida di atas.

Paling bawah.
Tertulis 30.000 hazards. Artinya pada setiap satu kejadian kecelakaan fatal, pasti ada setidaknya 30.000 bahaya di sekitarnya. Entah itu karena tindakan manusia atau kondisi yang berbahaya yang diakibatkan oleh manusia.

Tingkat keempat.
Di antara 30.000 bahaya tadi, pasti akan menghasilkan setidaknya 3.000 kejadian hampir celaka dan atau kecelakaan yang mengakibatkan P3K.

Tingkat ketiga.
Dari 3.000 kejadian hampir celaka pasti ada 300 kejadian yang mengakibatkan cedera minor. Cedera ini bisa berupa kerusakan property atau kecelakaan yang mengakibatkan cedera ringan pada manusia. Contohnya adalah kecelakaan yang mengakibatkan adanya tindakan medis, seperti jahitan atau lainnya.

Tingkat kedua.
Dari 300 cedera minor akan muncul 30 kecelakaan yang menyebabkan cedera serius atau mayor. Biasanya dalam ilmu keselamatan, salah satu kategorinya adalah LTI (Lost Time Injury). Apa itu? LTI adalah kecelakaan yang menyebabkan korban tidak bisa bekerja dalam waktu lebih dari 1 hari atau korban tidak bisa bekerja kembali seperti semula. Cedera ini mencakup tapi tidak terbatas pada patah tulang, friksi, atau hal lain yang serius.

Puncak piramida.
Dari semua kejadian di atas, akan muncul setidaknya 1 kecelakaan fatal. Kecelakaan ini sudah memakan korban jiwa.

Lion Air dalam hal ini sudah mencapai puncak piramida. Sebelum JT610, dalam investigasi, seharusnya ada beberapa kejadian berbahaya yang sudah ditemukan. Tapi semuanya kan tidak mungkin dilaporkan ke publik. Salah satu contoh kongkrit dalam hal ini adalah terjadinya beberapa kecelakaan minor seperti tergelincir atau ban pecah atau hal laik yang serupa. Dan puncaknya adalah Senin, 29 Oktober 2018 kemarin. Tapi kok gak sama dengan angka piramida? Sudah saya sampaikan di atas, angka dalam piramida tersebut hanyalah angka acuan. Intinya adalah dari 1 kejadian kecelakaan fatal, pasti ada tanda-tandanya berupa kecelakaan-kecelakaan kecil. Dan itu sudah nyata terjadi pada Lion Air, dan tidak menutup kemungkinan pada maskapai lain.
Oke sekarang tipsnya adalah kita sebagai konsumen atau pengguna jasa harus lebih kritis dalam memilih moda transportasi yang menurut kita paling aman. Kita bisa sejenak melihat ke belakang track record dari pilihan kita nantinya. Kalau memang harus mengeluarkan uang lebih banyak, ya apa boleh buat. Sebagai usaha untuk menyelamatkan nyawa yang diberikan oleh Tuhan Sang Pemilik Segala. Kalau uangnya tidak cukup? Ya beralih ke moda transportasi lain atau bisa menunda perjalanan di lain waktu. Namun juga ada kekuatan yang jauh lebih besar yang tidak bisa kita kontrol, kun fayakun. Semua takdir Tuhan pasti akan terjadi bagaimanapun manusia bertindak. Makanya, doa menjadi persiapan pertama manusia dalam melakukan sesuatu. Semoga Tuhan memberi kita keselamatan dimanapun dan kapanpun. Amin.

Lalu, di akhir postingan saya ini, saya ingin menyampaikan harapan kepada para pemilik usaha transportasi agar lebih mengedepankan keselamatan penggunanya. Kewajiban-kewajiban seperti perawatan kendaraan rutin harus dilakukan sesuai prosedur. Cek dan ricek. Juga pada petugas yang berkepintingan, jangan sampai ada perpindahan uang untuk meloloskan surat layak jalan. Karena menurut data KNKT atau dari badan statistik serupa yang menangani kejadian kecelakaan, lebih dari 90% kecelakaan terjadi akibat kelalaian manusia atau human error.

Semoga tulisan saya bisa menjadi obat untuk trauma masyarakat dalam bepergian.
Sekali lagi, mari kita doakan para penumpang JT610 yang menjadi korban agar diberikan tempat yang indah di sisi Tuhan Semesta Alam.
Al Fatihah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[RESENSI] BUKU: Kura-Kura Berjanggut

[EXTRA] Keuangan

[Cuti Kemana] Serunya Bermain Salju di Panama Park Bandung