[Cuti Kemana] Coban Rondo


Coban dalam bahasa jawa artinya air terjun. Rondo, juga dalam bahasa jawa, artinya janda. Jadi kalau digabung berarti air terjun janda. Bukan air terjun milik janda, tapi air terjun yang sendirian, tanpa pasangan. Kok tiba-tiba janda? Kapan kawinnya? Mari ditelisik lebih lanjut asal muasalnya.

Rupanya, di bagian atas dari Coban Rondo, ada satu air terjun yang dinamakan Coban Manten. Di bawah Coban Manten ada Coban Tengah, baru Coban Rondo. Untuk akses menuju ke Coban Manten katanya lewat jalan setapak yang start-nya dari bumi perkemahan. Saya belum pernah ke sana. Tapi suatu saat pasti akan saya datangi. Atas seizin Tuhan tentu saja.

Kemarin, saya mengunjungi lagi Coban Rondo bersama anak laki-laki jagoan saya beserta ibunya, yang tidak lain adalah istri saya. Saya baru ke sini lagi semenjak tragedi saya masuk parit gara-gara dikejar monyet. Sial. Ada 4 tahun lebih lah saya gak ke sini.

Setelah saya tiba di Coban Rondo bulan Oktober 2018 kemarin, ada yang berbeda dengan fasilitas di dalamnya. Sudah ada point of interest tambahan seperti paintball, arena ketangkasan anak, sampai labirin. Banyak peningkatan. Tiket masuk pun sudah ada paket-paketnya. Kalau gak berbenah, wisata di Batu dan Malang pasti akan disambar habis oleh Jatim Park Group yang semakin menggurita.
Lalu setiba di tempat parkir Coban Rondo, banyak yang berbeda. Kali ini lebih tertata.

Area parkirnya luas dan bersih

Ada juga tulisan penunjuk tempat sebagai spot foto. Saya harus mengakui usaha dari Perhutani dalam hal pengelolaannya. Salah satu alasan saya mengunjungi Coban Rondo saat itu adalah saya kangen sama mendoannya. Mendoannya enak. Hehe. Mendoan yang dulu sekali menjadi sebab musabab saya dikejar monyet sampai masuk parit dan istri saya yang bijak memilih Musholla sebagai tempat untuk berlindung dari ancaman.

Mendoan duaribuan 😆
Setelah beli mendoan, saya tengok kiri kanan atas bawah. Eh, ada yang aneh. Kemana gerombolan monyet yang biasanya nongkrong di jalan masuk ke air terjun? Di atas dahan juga nihil. Samar-samar saya mendengar bunyi gonggong anjing di ujung sana. Ternyata, pengelola wisata ini sengaja mengusir monyet monyet ini dengan anjing. Karena menurut mereka, seringkali monyet ini mengganggu pengunjung. Seperti di Ubud lah. Si monyet mulai mencuri barang milik pengunjung yang dibawa di tas atau kantong plastik. Jadi pengelola Coban Rondo berinisiatif untuk menakut-nakuti monyet dengan anjing. Dan berhasil. Tapi rasanya malah ada yang kurang, sepertinya memang harus ada monyetnya. Tapi jangan dibiasakan dikasi makan. Jadi gak ganggu pengunjung nantinya.

Musholla (tempat ibadah sekaligus tempat berlindung dari kejaran monyet 😤

Dongeng tentang Sejarah Coban Rondo.

Kisahnya, Dewi Anjarwati dari Gunung Kawi dan Raden Baron Kusumo dari Gunung Anjasmoro yang jatuh cinta memutuskan untuk mengikat janji dalam pernikahan. Baru beberapa hari usia pernikahan mereka, Dewi Anjarwati mengajak suaminya untuk bertandang ke rumah orang tua mereka yang ada di Gunung Anjasmoro. Niat ini ditentang oleh orangtua Dewi Anjarwati. Menurut tradisi Jawa kuno, pasangan pengantin baru dilarang bepergian sebelum usia pernikahan mencapai selapan (36 hari). Hal ini diyakini bisa mendatangkan kesialan bagi pasangan tersebut. Tetapi keduanya tetap bersikeras pergi.

Di tengah perjalanan, Dewi Anjarwati dan Raden Baron Kusumo bertemu dengan Joko Lelono. Rupanya Joko Lelono terpikat kecantikan Dewi Anjarwati pada pandangan pertama dan ingin merebut Dewi Anjarwati dari tangan Raden Baron Kusumo. Joko Lelono pun menantang Raden Baron Kusumo berduel untuk memperebutkan Dewi Anjarwati. Punakawan yang ikut mendampingi perjalanan, menyarankan Raden Baron Kusumo untuk menyuruh Sang Istri bersembunyi. Lalu Sang istri diminta untuk menyembunyikan diri di balik air terjun sembari menunggu suaminya datang menjemput.

Tak disangka, Raden Baron Kusumo dan dan Joko Lelono sama-sama tewas dalam pertarungan. Janji Raden Baron Kusumo untuk menjemput istrinya tak bisa dipenuhi. Tinggallah Dewi Anjarwati yang menjanda meratapi nasibnya di balik air terjun. Sejak saat itu Dewi Anjarwati menjadi janda (dalam bahasa jawa dibilang Rondo) dan dinamakanlah air terjun tempat persembunyian Dewi Anjarwati disebut Coban Rondo.

(Diambil dari berbagai sumber)

--

Lalu berkembanglah cerita yang menjelaskan kalau pasangan yang baru menikah atau masih pacaran dilarang untuk datang ke Coban Rondo karena dikhawatirkan akan berakhir seperti dongeng di atas. Tapi itu kan cuma cerita. Buktinya saya akhirnya menikah juga dengan istri. Padahal dulu pas pacaran, Coban Rondo jadi tempat favorit saya untuk refresh pikiran.

Istri dan anak berpose dengan background Coban Rondo

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[RESENSI] BUKU: Kura-Kura Berjanggut

[EXTRA] Keuangan

[Cuti Kemana] Serunya Bermain Salju di Panama Park Bandung