[TIPS] Anda kena tilang? Ini pengalaman dan solusi dari saya.

Semangat Pagi !!
Semoga pembaca blog saya senantiasa diberi kemudahan dan kelancaran dalam menjalani hari. Doa yang sama juga untuk yang belum jadi pembaca di blog saya, ditambah doa biar segera menjadi pembaca blog saya.
Di hari yang indah ini, biarlah saya menulis tentang pengalaman kena tilang saya beberapa waktu yang lalu. Sebelumnya saya ingin klarifikasi, saya posting tulisan ini di 2 blog saya. Karena menurut saya, kena tilang itu bisa kapan saja. Entah hari-hari biasa, juga bisa pas lagi jalan karena sedang menjalankan ibadah cuti.

Oke, mari disimak.


Cuti terakhir kemarin, periode Agustus - September 2018, saya kena razia di daerah Pare Kediri. Apes memang. STNK tertinggal di saku jaket yang malam sebelumnya saya pakai untuk menghalau dingin. Saat diberhentikan dan ditanya kelengkapan surat oleh petugas kepolisian, saya hanya nyengir dan bilang kalau STNK lupa bawa. Dan kena tilang lah saya. Awalnya, petugas menahan SIM saya biar dan motor masih bisa saya bawa. Saat disuruh tanda tangan di slip surat tilang warna biru, saya tandatangan saja tanpa melihat ceklis pelanggaran saya. Lalu muncul pikiran iseng untuk bertanya,

"Pak, ini operasi resmi atau ndak ya?" Dan tebaklah bagaimana reaksi petugas kepolisian yang sedang mendakwa saya. Dengan wajah emosi dan keroyokan, mereka kembali tanya ke saya dengan nada tinggi.

"Maksudnya resmi atau ndak ini gimana?" Nadanya meninggi.
"Saya cuma tanya pak, apa salahnya?"

"Iya, maksud pertanyaanmu itu apa? Yang gak resmi itu yang gimana?"

Belum selesai saya jawab, petugas lain sudah ikut gabung untuk menekan saya.

"Yasudah gini aja, mana kunci motormu biar saya bawa ke pos. Dikasi hati minta yang lain." Beberapa polisi memberondong saya dengan kalimat-kalimat itu.

"Lho kan saya cuma tanya. Ya sudah ambil aja itu kontaknya di motor." Saya menjawab dengan santai saja.

Bagaimana ekspresi istri saya? Ada guratan takut di wajahnya. Takut kalo suami tercintanya kena apa-apa.

Dan pagi yang indah itu mendadak menjadi ramai. Ramai agenda.
Motor dibawa ke pos. Saya dan istri ikut mobil polisi menuju pos setelah sebelumnya saya tanya apakah saya salah menanyakan pertanyaan tadi ke mereka. Saya diajak naik mobil polisi karena mau ditunjukkan pasalnya. Oke saya naik. Istri yang sempat ragu-ragu berhasil saya yakinkan. Naiklah kami bersama polisi yang sok mengerti itu. Tak lama, kami tiba di pos. Dan salah seorang petugas menunjukkan undang-undang yang menyebutkan kalau tidak bisa menunjukkan STNK, motor ditahan. Benar memang. Saya tau itu. Tapi bukan itu maksud saya, bodoh. Saya tanya apa saya salah kalau tanya operasinya resmi atau ndak, bukan tentang motor saya ditahan. Jadi kalimat saya di atas tentang polisi yang sok mengerti, sudah beralasan.

Salah satu syarat mengambil motor adalah membayar denda tilang di Bank BRI dan membawa STNK yang tertinggal. Saya dan istri bagi tugas. Istri bayar ke BRI, saya ambil STNK di rumah. Denda yang harus kami bayar ke bank adalah 500.000 rupiah. Ini sudah sesuai dengan Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 288 ayat 1 yang bunyinya:
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Oke. Ini adalah pengalaman pertama saya bayar tilang melalui bank (BRIVA). Lalu ada sms notifikasi resmi dari E-Tilang:

Sms resmi dari E-Tilang

Sial. Pagi-pagi sudah ngasi duit 500.000 ke negara. Saya kembali menemui polisi yang menilang saya tadi dengan membawa bukti transfer dan STNK asli untuk saya tukar kembali dengan motor. Surat tilang dan bukti bayar diserahkan ke mereka katanya.
Sekembali dari sana, ternyata ada kawan yang kasi tau kalau nominal yang saya bayar tadi itu nanti setelah sidang biasanya lebih. Kelebihannya bisa diambil lagi di bank. Saya yang masyarakat awam, baru tau info ini. Lalu saya konfirmasi ke kawan yang kebetulan bertugas juga di kepolisian. Dan dibenarkan.

"Syaratnya apa aja Ndan?" Namanya bukan Bondan, tapi panggilan ndan itu seperti layaknya SOP yang harus dipakai pas manggil polisi atau tentara.

"Fotokopi surat tilang sama fotokopi bukti bayar, bro" kawan saya menjawab.

Bangke. Kenapa tadi si polisi yang nilang saya gak bilang? Untuk masyarakat awam seperti saya ini, mana tau info semacam itu. Kenapa mereka gak bilang kalau surat tilang dan bukti bayar sebaiknya difotokopi dulu? Akhirnya saya kembali ke bank untuk print bukti pembayaran tilang lagi. Surat tilangnya? Gak saya ambil ke pos. Saya malas berhadapan lagi sama petugas yang sombong dan gak ada ramah-ramahnya. Kalian mau tau siapa petugas itu? DM saya aja nanti saya kasi tau.
Hari berganti. Matahari terbit lalu tenggelam. Pagi berganti senja. Dan seterusnya. Dan seterusnya. Tibalah tanggal sidang. Pagi benar, setelah antar anak sekolah, saya ke pengadilan negeri. Dari sana, saya diarahkan untuk ke kejaksaan. Berbekal bukti transfer bank dan fotokopinya, saya menuju kejaksaan. Bersama istri yang selalu saja setia menemani. I love u full.


Para terdakwa 😅

Sampai di kejaksaan, saya dikasi nomor antrian sama pak satpam yang ramah. Jangan kehilangan senyum dan keramahan pas pakai seragam ya, pak. Saya respek dengan anda, pak. Di dinding pos tilang, saya sempat mengambil gambar ini:

Pengumuman di loket tilang kejaksaan

Oke clear.
Nomor antrian saya dipanggil. Saya serahkan nomor antrian dan bukti transfer bank. Si petugas tanya,

"ini mana surat tilangnya?"

"Dibawa polisi, pak."

Untung saya tadi ke pengadilan sempat tanya ke saudara tentang nomor berkas saya. Jadi petugas bisa tau berkas tilang saya dengan mudah.
Tak lama, nama saya dipanggil untuk ambil surat keputusan sidang dan berapa denda yang saya emban. Hanya 100.000 dan saya dapat kembalian 400.000 rupiah.
Dengan pengalaman di atas, saya ingin berbagi ke kawan-kawan biar tau prosedur tentang pertilangan ini.
  1. Kalau kena tilang, pastikan baca dulu dakwaan yang dikenakan ke anda. Jangan kayak saya, yang dengan sukarela menandatangani surat tilang. Dan saya didakwa tidak membawa SIM dan tuduhan Ranmor. Fak.
  2. Pastikan surat tilang anda warnanya biru. Kalau buta warna, coba tanya ke polisi. Dan berdoalah mereka gak marah pas anda tanya.
  3. Ada dua pilihan untuk bayar tilang. Bisa melalui BRI atau menunggu sidang. Kalau di BRI, anda akan dikenakan denda maksimal. Misal saya tadi tidak bawa STNK, ya sudah sesuai UU saja, saya bayar 500.000 untuk denda maksimalnya. Tapi anda bisa ambil dokumen atau kendaraan yang ditahan saat itu juga dengan menyertakan surat bukti transfer dan dokumen lain yang dibutuhkan. Kalau di kejaksaan, anda akan didenda sesuai putusan sidang. Biasanya per pasal pelanggaran hanya 50.000 saja. Tapi motor dan atau dokumen anda akan ditahan sampai tanggal persidangan selesai.
  4. Jangan lupa fotokopi surat tilang dan bukti bayar E-Tilang anda sebagai dokumen untuk ambil surat keputusan denda dari kejaksaan.
  5. Setelah dapat surat keputusannya, monggo ke Bank BRI cabang mana saja untuk ambil kembalian dengan syarat membawa surat keputusan denda dari kejaksaan, fotokopi surat tilang, dan KTP yang kena tilang.
Fyi, kemarin ada bapak-bapak dari Malang yabg kena tilang bareng saya. Beliau bayar ke BRI sebesar 1.500.000 untuk pelanggaran tidak bawa SIM dan STNK. Pas di kejaksaan, kami ketemu lagi. Setelah surat keputusan keluar, hanya kena denda 100.000 saja karena melanggar 2 pasal.
Tapi kenapa saya juga kena 100.000 padahal saya hanya melanggar 1 pasal? Sudah saya tulis di atas, saya dicurigai melakukan Ranmor.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[RESENSI] BUKU: Kura-Kura Berjanggut

[EXTRA] Keuangan

[Cuti Kemana] Serunya Bermain Salju di Panama Park Bandung